Menu

Translate

Minggu, 03 Maret 2013

Gotong royong

Di Desa Berangbang setiap minggu pertama di awal bulan diadakan kegiatan gotong-royong di seluruh penjuru desa. Menariknya kegiatan ini diikuti oleh seluruh kalangan umur, tua,muda dan tak terkecuali anak-anak. Kegiatan yang menggambarkan khas kehidupan masyarakat pedesaan yang sudah mulai luntur di perkotaan.  Tidak heran jika setiap saat kita melintasi jalanan desa tampak suasana asri, bersih dan menenangkan. Suasana yang mungkin sulit ditemukan di kota-kota besar saat ini.


Selain menjadikan lingkungan desa yang bersih, kegiatan gotong-royong dapat meningkatkan hubungan silaturahmi dan meningkatkan derajat kesehatan lingkungan di sekitar Desa Berangbang.

Sabtu, 02 Maret 2013

Wayang Kulit

Wayang Kulit, seni pertunjukan yang sudah cukup tua umurnya, adalah salah satu bagian dari seni pertunjukan Bali yang hingga kini masih tetap digemari oleh masyarakat setempat. Di desa-desa maupun di kota, masyarakat masih sering mempergelarkan Wayang Kulit dalam kaitan dengan upacara agama Hindu, upacara adat Bali, maupun sebagai hiburan semata. Asal-usul Wayang Kulit di Indonesia hingga kini masih diperdebatkan oleh para ahli dan masih belum ada kesepakatan apakah Wayang Kulit memang asli Indonesia, dari India ataupun dari negara lain. Di lingkungan budaya Bali, pertunjukan Wayang Kulit diperkirakan sudah ada sejak sekitar abad ke IX. Dalam prasasti Bebetin yang berangka tahun Çaka 818 ( 896 M), dari zaman pemerintahan raja Ugrasena di Bali, ditemukan sejumlah istilah seni pertunjukan yang diyakini berarti wayang atau pertunjukan wayang (baca : Serba Neka Wayang Kulit Bali, 1975).

Sejak masa lampau pertunjukan Wayang Kulit menjadi salah satu media pendidikan informal bagi warga masyarakat. Betapa tidak, pertunjukan Wayang Kulit yang memadukan berbagai unsur seni rupa, sastra, gerak dan suara, dalam pementasannya tidak saja menampilkan lakon-lakon literer yang diambil dari karya-karya sastra klasik terutama Mahabrata dan Ramayana, kesenian ini juga menyajikan petuah-petuah mengenai nilai-nilai moral, spiritual dan sosial sehingga masyarakat yang buta huruf akan memperoleh ajaran-ajaran tatwa, yadnya, etika dan lain-lain. Oleh masyarakat penonton semuanya ini dijadikan pedoman dan tuntunan bagi kehidupan mereka sehari-hari.

Sementara para dalang secara kreatif melakukan penyegaran kesenian mereka, wayang-wayang kreasi baru sudah banyak diciptakan sehingga menambah perbendaharaan seni perwayangan di pulau ini. Yang tidak kalah pentingnya adalah munculnya dalang-dalang wanita berbakat yang siap bersaing dengan para dalang pria.

Di Bali, pertunjukan Wayang Kulit melibatkan antara 3 orang sampai 15 orang yang meliputi : dalang, pengiring dan jika diperlukan sepasang pembantu dalang (tututan). Komando tertinggi dalam pertunjukan Wayang Kulit ada pada si dalang. Untuk mementaskan wayang para dalang Bali memerlukan sekitar 125 - 130 lembar wayang yang disimpan dalam kotak wayang (kropak). Namun di desa berangbang pertunjukan wayang sendiri hanya untuk hiburan semata. Waktu pementasan di atur oleh desa setempat.